Rabu, 26 November 2014

“Reformasi Birokrasi dalam Pencegahan Korupsi Menuju Birokrasi yang Efektif, Efesien, Bersih, dan Melayani”



“Reformasi Birokrasi dalam Pencegahan Korupsi Menuju Birokrasi yang Efektif, Efesien,  Bersih, dan Melayani”

Oleh: Muhammad Thalha Ma’sum
Administrasi Negara III-E

PENDAHULUAN

Birokrasi selalu menjadi perhatian masyarakat kita.Dan tiap kali mendengar kata “birokrasi”, kita langsung terpikir mengenai berbagai urusan prosedural penyelesaian surat-surat yang berkaitan dengan pemerintahan.Birokrasi kini dipandang sebagai sebuah sistem dan alat manajemen pemerintahan yang amat buruk.Dikatakan demikian karena kita mencium bahwa aroma birokrasi sudah melenceng dari tujuan semula sebagai medium penyelenggaraan tugas-tugas kemanusiaan, yaitu melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Citra buruk yang melekat dalam tubuh birokrasi dikarenakan sistem ini telah dianggap sebagai “tujuan” bukan lagi sekadar “alat” untuk mempermudah jalannya penyelenggaraan pemerintahan. Kenyataannya, birokrasi telah lama
menjadi bagian penting dalam proses penyelenggaraan pemerintahan negara. Terkesan, mustahil negara tanpa birokrasi.
Menurut Peter M. Blau (2000:4), birokrasi adalah “tipe organisasi yang dirancang untuk menyelesaikan tugas-tugas administratif dalam skala besar dengan caramengkoordinasi pekerjaan banyak orang secara sistematis”. Poin pikiran penting dari definisi di atas adalah bahwa birokrasi merupakan alat untuk memuluskan atau mempermudah jalannya penerapan kebijakan pemerintah dalam upaya melayani masyarakat.
Kenyataan yang terjadi hingga detik ini, birokrasi hanya sebagai “perpanjangan tangan” pemerintah untuk dilayani masyarakat.Atau dengan birokrasi pejabat pemerintahan ingin mencari keuntungan lewat birokrasi. Sebuah logika yang terbalik,  Seharusnya birokrasi adalah alat untuk melayani masyarakat dengan berbagai macam bentuk kebijakan yang dihasilkan pemerintah.[1]


PEMBAHASAN
Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan public diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang professional dan akuntabel.Birokrasi dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa. Kepuasan total dari masyarakat pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian pelayanan. Perubahan pradigma pelayan publik tersebut diarahkan pada perwujudan kualitas pelayanan prima kepada publik, melalui instrument pelayanan yang memiliki orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
Dalam memahami reformasi, antara aparat birokrasi dengan masyarakat masih belum ditemukan persamaan makna dan cara pandang. Perbedaan pemaknaan dari reformasi tersebut, salah satu factor penyebabnya, adalah karena adanya perbedaan kepentingan diantara keduanya.Pada sisi aparat birokrasi, terdapat kecenderungan bahwa tidak semua aparat menyukai perubahan, terlebih bagi aparat yang merasa dengan diuntungkan dengan system yang selama ini berlangsung. Pada sisi lain, masyarakat menginginkan agar aparat birokrasi dapat bersikap dan berperilaku seperti yang diinginkan masyarakat, yaitu pemberi pelayanan publik, yang mudah, murah, cepat, tepat waktu, serta tidak berbelit-belit.[2]
Pembelajaran dan contoh yang baik dalam praktik reformasi birokrasi akan bisa meningkatkan pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Hal ini diharapkan dapat mengurangi praktik-praktik korupsi di birokrasi dan dapat turut mendorong pembangunan daerah yang berkeadilan dan menyejahterakan rakyat
Permasalahan birokrasi Indonesia mulai diperbaiki melalui program reformasi birokrasi yang merupakan tuntutan reformasi pascakrisis ekonomi tahun 1997. Bappenas (2004) menegaskan bahwa reformasi bidang lainnya tidak akan berjalan dengan baik tanpa terlebih dahulu mereformasi birokrasi pemerintah. Reformasi birokrasi bertujuan agar birokrasi mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara lebih efisien dan efektif sehingga bisa terwujud clean government dan good governance.
Reformasi birokrasi yang digulirkan oleh pemerintah tersebut ternyata belum mampu memperbaiki budaya birokrasi, terutama menekan perilaku birokrasi yang cenderung korup. Dengan kata lain reformasi dari internal birokrasi saja belum efektif dalam memberantas korupsi.
Sumber penyakit birokrasi pada dasarnya dapat diidentifikasi dari dua lokus, yaitu internal dan eksternal.Sumber internal berasal dari kelemahan dan kegagalan sistem yang ada di birokrasi itu sendiri.Secara internal, timbulnya perilaku korup dalam birokrasi juga disebabkan lemahnya sistem pengawasan internal.Sistem pengawasan atasan-bawahan praktis tak mungkin terjadi dalam sistem yang korup secara bersama-sama.Penyakit inilah yang menjadi fokus dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan pemerintahan sejak satu dekade yang lalu, meskipun belum mencapai hasil yang diharapkan.
Secara eksternal, penyakit korupsi dalam birokrasi bisa disebabkan oleh relasi antar berbagai sistem yang terkait, misalnya kooptasi dan intervensi politik.Dalam banyak kasus korupsi birokrasi di daerah, tekanan politik menjadi salah satu sumber penyebab. Hal ini bermula dari proses pengisian jabatan yang sangat tertutup dan berbasis hubungan afiliasi.
Disamping kedua lokus tersebut, sebab lain dari masih maraknya praktik korupsi dan manipulasi diberbagai lembaga pemerintah adalah karena kualitas birokrasi dan kultur yang terbangun didalam organisasi pemerintahan kita masih belum jauh beranjak dari nilai-nilai lama yang secara kumulatif diwariskan dari masa lalu. Karena itu sudah tepat jika pemerintah era reformasi, khususnya dimasa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono meluncurkan program reformasi birokrasi. Secara umum dipahami bahwa reformasi birokrasi minimal harus mencakup lima sasaran utama yaitu:
1.            Perampingan organisasi dengan tujuan efisiensi pembiayaan, efisiensi penggunaan tenaga, dan efisiensi pengunaan waktu dalam menapaki tahapan pengambilan keputusan.
2.            Penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.
3.            Penegakan disiplin dan pembangunan kultur birokrasi yang berbasis etika.
4.            Penerapan asas profesionalisme yang berbasis kompetensi dan integritas dalam rekrutmen dan promosi.
5.            Pemberian imbalan yang sesuai kinerja dan kontribusi masing-masing organisasi dan personil yang bekerja dilingkungan pemerintahan.
Dengan penerapan reformasi birokrasi seperti itu akan mengantarkan kepada praktik pemerintahan yang bersih (clean government) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).Untuk itu struktur birokasi daerah hendaknya tetap bisa menjamin tidak terjadinya distorsi aspirasi yang datang dari masyarakat serta menghindari terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Reformasi birokrasi dan peluang ke arah terwujudnya governance masih terbuka lebar apabila aparatur pemerintah tidak lagi melakukan partikularisme dalam pelayanan publik atau dalam menjalankan fungsinya sebagai “public servant”.Kontrak-kontrak kerja yang dibuat apapun jenisnya harus dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel. Proses tender secara terbuka dan fair mesti dilakukan agar setiap orang atau perusahaan yang berminat memiliki kesamaan peluang untuk dinilai kelayakannya melaksanakan proyek itu. Dengan begitu kesempatan munculnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme dan mark up yang selama ini terjadi dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan akan bisa diminimalkan.
Akhirnya, reformasi birokrasi tetap menghendaki pemerintah bisa lebih adaptif terhadap perubahan dan dinamika masyarakat. Dengan begitu birokrasi akan lebih berkeadilan dan berpihak pada kedaulatan rakyat sehingga lebih mengutamakan kepentingan masyarakat secara profesional, proporsional dan efisien.
Agar birokrasi didalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (termasuk di dalamnya penyelenggaraan melayani Masyarakat) tidak diberi kesan adanya proses panjang dan berbelit-belit. Maka birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilaku agarmampu memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat antara lain:
a.             Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan;
b.            Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugas-tugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat);
c.             Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur erjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi biaya dan ketepatan waktu;
d.            Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada ebagai agen pembaharu (change of agent ) pembangunan;
e.             Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi ang kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.[3]





KESIMPULAN

Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan public diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang professional dan akuntabel.Adapun Sumber penyakit birokrasi pada dasarnya dapat diidentifikasi dari dua lokus, yaitu internal dan eksternal.Sumber internal berasal dari kelemahan dan kegagalan sistem yang ada di birokrasi itu sendiri.Secara eksternal, penyakit korupsi dalam birokrasi bisa disebabkan oleh relasi antar berbagai sistem yang terkait,
Reformasi birokrasi dan peluang ke arah terwujudnya governance masih terbuka lebar apabila aparatur pemerintah tidak lagi melakukan partikularisme dalam pelayanan publik atau dalam menjalankan fungsinya sebagai “public servant”.

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus.Dkk. 2008.Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Referensi Lain:



[1]http://www.sinarharapan.co.id/berita/0401/01/opi01.html
[2]Agus Dwiyantodkk,Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2008, hlm: 223
[3]http://fandhyachmadromadhon.blogspot.com/2013/10/mekanisme-yang-harus-dilakukan-untuk-merubah-watak-birokrasi.html

Makalah Gerakan Sosial



Makalah
Gerakan sosial

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Mata Kuliah Sosiologi Politik
Yang dibina oleh : Popon Munawaroh, S.H., M.H







Disusun Oleh:
Kelompok III(Tiga)

Muhammad Iqbal Tawaqal                 (1138010175)
Muhammad Thalha Ma’sum               (1138010176)
Nopi fadhilah                                      (1138010187)
Norma Nisa Oktavia                           (1138010188)
Obay Ayudi                                         (1138010198) 
           
                       
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI  BANDUNG
 2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatknan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah “Gerakan Sosial” ini. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjunan alam semesta yaitu Nabi besar Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya dan sampai pada kita sebagai umat-Nya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah Sosiologi Politik yang kami sajikan dari berbagai sumber. Dan penuh dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya Makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, karna kami masih dalam tahap pembelajaran.kita sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi kita pribadi khususnya dan bagi semua pihak pada  umumnya.



Bandung, 26November 2014



Penyusun






Conten
DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah

Dewasa kini kita semua sering menjumpai aksi-aksi demontrasi yang dijalankan oleh gerakan-gerakan sosial baik dari kalangan mahasiswa maupun elemen masyarakat.Ini semua karena mereka peduli terhadap bangsa Indonesia tercinta ini.tak bisa di pungkiri bahwasannya gerakan-gerakan sosial sangatlah berpengaruh terhadap perjalanan perkembangan bangsa Indonesia ini.
Penulis akan membawa pembaca untuk melihat aksi dari gerakan sosial, misalanya gerakan mahasiswa tahun 1998 merupakan sebuah contoh gerakan sosial yang berhasil dalam misinya. Memang tidak semua slogan yang di inginkan dalam gerakan mahasiswa bisa terwujud namun langkah-langkah dan karakteristik yang diambil dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Indonesia selama tahun 1998 menunjukkan sebuah ciri-ciri gerakan sosial.Saat Presiden Soeharto mengundurkan diri 21 Mei 1998, gerakan mahasiswa yang marak di hampir seluruh kampus di Indonesia mencapai klimaksnya.Sesudah itu perlahan-lahan situasi kampus kembali ke kehidupan perkuliahan.Boleh dikatakan, gerakan sosial seperti itu seperti sebuah gerakan resi yang turun gunung manakala situasi membahayakan negara memanggilnya.
Mahasiswa yang muncul sebagai suatu segmen masyarakat yang terdidik, terpengaruh budaya pendidikan Barat dan belajar menganalisa masyarakatnya keluar dari tradisi-tradisi umumnya yang ingin menempatkan “Pemerintah” sebagai sebuah institusi yang serba benar. Para gerakan-gerakan sosial dari semua kalangan muncul itu bukan karena ingin narsis kepada para wartawan.Tapi patut ditekankan bahwa kemunculan mereka adalah sebab dari ketimpangan-ketimpangan para rezim yang berkuasa dan penindasan-penindasan yang dilakukan oleh para rezim.Seperti, biaya sekolah mahal sampai-sampai anak miskin dilarang sekolah, bahan makan sembako mahal, dan penindasan-penindasan lainnya.Bahkan dalam dunia pendidikan bagi dunia mahasiswa itu juga tidak lepas dari kenakalan yang dilakukan oleh rezim yang berkuasa.

B.           Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis memandang perlu adanya pembatasan yang dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1)            Bagaimana Pengertian dan Defisi Gerakan Sosial?
2)            Apa Sajakah Bentuk-Bentuk Gerakan Sosial?
3)            Bagaimana Gerakan Sosial dalam Perspektif Sosiologi?

C.          Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.            Mengetahui Pengertian dan Defisi Gerakan Sosial
2.            Mengetahui Bentuk-bentuk Gerakan Sosial
3.            Mengetahui Gerakan Sosial dalam Perspektif Sosiologi



















BAB II
PEMBAHASAN

A.          Pengertian Gerakan Sosial
Gerakan social merupakan salah satu bentuk utama dari perilaku kolektif. Secara formal gerakan social didefinisikan sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Batasan yang sedikit kurang formal dari gerakan social adalah suatu usaha kolektif yang bertujuan untuk menunjang atau menolak perubahan.
Gerakan social lahir pada mulanya sebagai suatu kelompok orang yang tidak puas terhadap keadaan.Kelompok itu semula tidak terorganisasi dan terarah, serta tidak memiliki rencana. Orang-orang saling membagi duka dan mengeluh; para cendikiawan menulis karangan; para warga Negara menulis surat pembaca editor; orang melakukan eksperimen menyangkut bentuk eksperimen baru. Pemimpin dan organisasi pada kebanyakan gerakan biasanya muncul tidak sama setelah situasi demikian tercipta.
Setelah mengalami tahap aktif yang jarang melebihi masa satu atau dua dasawarsa, gerakan itu lalu mengalami penurunan kegiatan.Kadangkala gerakan itu sempat menciptakan organisasi permanen atau suatu perubahan (hak pilih bagi kaum wanita), dan sering kali gerakan itu hilang begitu saja tanpa bekas yang berarti (gerakan Esperanto yang menuntut adanya bahasa universal).[1]
Dalam A Dictionary of Sociology, gerakan sosial didefinisikan sebagai, “upaya terorganisir yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk merubah atau ‘menolak’ perubahan yang terjadi dalam salah satu sendiatau beberapa sendikehidupan masyarakat.” Istilah tersebut untuk pertama kali digunakan oleh Claude Henri Saint Simon untuk mengidentifikasi gerakan “protes” masyarakat yang terjadi di Perancis pada abad ke-18Di era kontemporer, terminus “gerakan sosial” menunjuk pada suatu kelompok atau organisasi yang berada di luar mainstreamsistem pemerintahan yang berlaku. Dengan demikianlebih tampak sebagai suatu bentuk tindakan “oposisi” atas status quo. Dalam hal ini, disiplin sosiologi melakukan kajian atasnya terkait strategi rekruitmen, dinamika serta dampak yang ditimbulkan dari suatu kelompok atau organisasi sosial terhadap kehidupan masyarakatlebih pada kajian sosiologi organisasi.
Karakter dan penyebab lahirnya gerakan social setidaknya memiliki empat karakter utama, yaitu:
1.            Tindakan kolektif
2.            Bertujuan
3.            Terorganisir
4.            Dan bersifat spontan.
Namun kiranya, perlu dicatat bahwa gerakan sosial berbeda dengan “gerakan politik” meskipun pada ranah yang berlainan keduanya memiliki pertautan yang begitu erat dan tak terpisahkan. Gerakan sosial umumnya lahir dan diinisiasi oleh beberapa individu atau kolektif dalam masyarakat semisal kaum intelektual, cendekiawan, kelompok atau organisasi yang memiliki kesadaran berikut perhatian khusus terhadap masyarakat dan lingkungannya. Tegas dan jelasnya, berbagai pihak pencetus gerakan sosial tersebut tak terintegrasi oleh mainstream sistem politik yang berlakubukan pelaku pemerintahan. Namun, ada kalanya pula ketika elit pemerintahan membelot dan menggandeng masyarakat untuk melakukan perubahan, dapat dikategorikan sebagai bentuk gerakan sosial mengingat keterlibatan sipil di dalamnya.
Di satu sisi, gerakan politik diinisiasi oleh mereka yang terintegrasi dengan sistem pemerintahan yang berlaku, sebagai misal termanifestasikan dalam bentuk manuver politik, koalisi dan lain sebagainya. Begitu pula, sebentuk gerakan masyarakat yang mengatasnamakan partai tertentu di jalanan tidaklah dapat disebut sebagai gerakan sosial mengingat ter-integrasi-nya mereka dalam sistem politik secara tak langsung berikut ditemuinya kontrol (arahan) partai secara terpusat.
Pada ranah yang berlainan, Mc Adam dan Tarrow menguraikan penyebab mungkinnya suatu gerakan sosial muncul ke permukaan. Menurut mereka, terdapat empat elemen (variabel) yang mempengaruhinya antara lain:
1)            Lembaga politik yang mulai mengalami keterbukaan
2)            Tengah tercerai-berainya keseimbangan politik, sedang keseimbangan baru belum terbentuk.
3)            Terjadinya konflik di antara para elit politik.
4)            Para “pelaku perubahan” digandeng oleh para elit pemerintahan untuk melakukan perubahan.
“Kesadaran”: Sebab Utama Lahirnya Gerakan SosialKiranya, tak ada yang lebih penting selain term “kesadaran” ketika kita berbicara mengenai beragam bentuk emansipatoris individu maupun kolektif. Marx menelurkan konsep true conciousness ‘kesadaran yang benar’ pada kaum buruh guna mendobrak dan menghancurkan tatanan feodal-kapitalis demi terwujudnya masyarakat egaliter, “sama rasa, sama rata”. Sartre menggunakan istilah “otentitas” bagi individu yang mampu melepaskan diri dari berbagai bentuk belenggu dan menemui dirinya sebagai entitas yang faktual bebas “sebebas-bebasnya”. Bordieu mencetuskan istilah doxa bagi setiap individu maupun kolektif yang “sukses” melakukan hijrah dari penindasan habitus lama guna beralih pada habitus baru yang emansipatoris.
Secara ringkas dan sederhana, kesadaran dapat diartikan sebagai suatu bentuk pola pikir yang menginsyafi bahwa segala sesuatu tidaklah tercipta secara sui generic ‘apa adanya’, melainkan melalui serangkaian proses berikut pentahapan yang mendahuluinya di mana setiap kita memiliki “kuasa” guna mempengaruhi, merombak bahkan menghancurkannya. Dalam tataran sosiologi kontemporer, konsep kesadaran dan keterkaitannya dengan fenomena gerakan sosial menemui bentuknya pada ranah pengkajian “sosiologi imajinasi” C. Wright Mills serta “sosiologi reflektif” Mahzab Frankfurt (Herbert Marcuse-Theodor Adorno-Max Hokheimer).
B.           Bentuk-bentuk Gerakan Sosial
Disekitar kita banyak terdapat macam-macam gerakan sosial.Seperti halnya gerakan buruh, gerakan petani, gerakan mahasiswa, gerakan religius, gerakan sosial, gerakan radikal, gerakan ideologi, dan kalau kita menganalisis secara terperinci maka sangat banyak macam-macam gerakan sosial yang tumbuh di dalam tataran masyarakat.
Karena keragaman gerakan sosial sangat besar, maka berbagai ahli sosiologi mencoba menklarifikasikan dengan menggunakan kriteria tertentu.Membentuk Gerakan Sosial menjadi enam bentuk, yaitu:[2]
1.      Gerakan Perpindahan
Orang yang kecewa bisa saja menginginkan perpindahan.Manakala banyak yang melakukan perpindahan ke suatu tempat pada waktu yang bersamaan, maka hal tersebut disebut gerakan perpindahan social. Beberapa contoh gerakan seperti itu ialah migrasi orang-orang Irlandia ke Amerika Serikat setelah terjadi kegagalan panen kentang, kembalinya orang-orang yahudi ke Israel, yang dikenal sebagai istilah zionisme, perlarian dari orang-orang Jerman Barat sebelum mereka terkungkung oleh Tembok berlin, dan lain-lain.
2.      Gerakan Ekspresif
Bilamana orang tidak mampu pindah secara mudah dan mengubah keadaan secara mudah pula, maka mereka mungkin saja akan mengubah sikap mereka. Melalui gerakan ekspresif orang mengubah reaksi mereka terhadap kenyataan, bukannya berupaya mengubah kenyataannya itu sendiri.Terdapat banyak ragam gerakan ekspresif, mulai dari music, dan busana sampai dengan bentuk yang serius (berbagai gerakan keagamaan, dan aliran kepercayaan).Gerakan ekspresif dapat membantu orang untuk menerima kenyataan yang biasa muncul dikalangan orang tertindas. Meskipun demikian, cara seperti itu berkemungkinan untuk menimbulkan perubahan tertentu.
3.      Gerakan Utopia
Gerakan seperti ini merupakan upaya untuk menciptakan suatu masyarakat sejahtera dalam sekala kecil.Model tersebut dapat dicontoh dan mungkin dapat diterapkan pada masyarakat luas.Di Amerika Serikat pernah terdapat puluhan komunitas utopia.Tidak banyak dari sekian komunitas itu mampu bertahan sampai beberapa tahun.Barangkali gerakan utopia yang paling berhasil belakangan ini adalah gerakan kibut Israel.
4.      Gerakan Reformasi
Gerakan ini merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya.Gerakan semacam ini biasanya muncul di Negara-negara demokratis, sebaliknya jarang terjadi di Negara-negara yang tidak membenarkan perbedaan pendapat.Dalam sejarah Amerika Serikat tercatat puluhan gerakan reformasi, misalnya gerakan abolisi (penghapusan), misalnya gerakan pelarangan minuman keras, gerakan kaum wanita, gerakan penciptaan lingkungan, gerakan kaum wadam, dan masih banyak lagi.Ratusan benih gerakan reformasi lainnya tidak sempat tumbuh sebagai gerakan reformasi yang sebenarnya.
5.      Gerakan Revolusioner
Revolusi social merupakan gerakan perubahan system social yang berlangsung secara besar-besaran dan tiba-tiba, serta biasanyamenggunakan kekerasan. ‘pembentrokan istana’, yang tandai oleh perubahan penguasa tanpa adanya perubahan sistem kelas social atau distribusi kekuasaan dan pendapatan dikalangan kelompok masyarakat, tidak termasuk dalam klasifikasi revolusi social. Para orang revolusioner pada umumnya menentang pengikut gerakan reformasi, karena orang-orang revolusioner berkeyakinan bahwa reformasi yang berarti tidak mungkin tercipta bila mana sistem social yang ada tetap berlaku.
Proses terciptanya revolusi dapat dilihat pada revolusi Iran yang terjadi pada masa itu
a.             Menyebarluasnya perasaan ketidakpuasan dan menurunnya dukungan terhadap rezim yang berkuasa (orang-orang Iran di dalam dan di luar negeri melakukan demontrasi yang menentang Shah Iran);
b.            Meningkatnya kekacauan, kerusuhan, dan pemboman, yang disertai dengan ketidak mampuan pemerintah menciptakan ketenangan, kecuali dengan menggunakan penekanan keras;
c.             Digulingkannya pemerintah (Shah Iran melarikan diri)  bersamaan dengan menyatunya angkatan bersenjata ke dalam gerakan revolusi.
Revolusi sosial merupakan satu transformasi menyeluruh tatanan sosial, termasuk didalamnya institusi pemerintah dan sistem strafikasi.Revolusi di Rusia pada tahun 1917 dan revolusi di Tiongkok pada tahun 1949 dapat dimasukan dalam kategori ini, karena di kedua masyarakat tersebut sistem budaya, sosial, politik dan ekonomi lama dirombak menyeluruh diganti sistem komunis. Apa yang membedakan revolusi dengan gerakan sosial lain? Menurut Giddens, suatu revolusi harus memenuhi tiga kriteria, antara lain:
1.      Melibatkan gerakan sosial massal
2.      Menghasilkan proses reformasi dan perubahan
3.      Melibatkan ancaman atau penggunaan kekerasan
Dengan demikian menurut Giddens, revolusi perlu dibedakan dengan kudeta dan pembrontakan, karena menurutnya kudeta hanya melibatkan penggantian pemimpin dan tidak mengubah institusi politik sedangkan pembrontakan tidak membawa perubahan nyata meskipun melibatkan ancaman atau penggunaan kekerasan.
Jika gerakan hanya bertujuan untuk mengubah senagian institusi dan nilai, maka nama yang diberikan Kornblum ialah gerakan reformis (reformist movement). Atas dasar kriteria ini gerakan Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 di Jakarta merupaskan gerakan reformis, karena tujuan utama mereka adalah memberikan pendidikan Barat formal kiepada putra-putri pribumi.
Gerakan yang berupa mempertahankan nilai dan institusi masyarakat disebut Kornblum gerakan konsevatif (conservative movement). Di Amerika Serikat, misalnya usaha kaum feminis ditahun 1980-anj untuk melakukan perubahan pada konstitusi demi menjamin persamaan hak lebih besar antara laki-laki dan perempuan (ERA atau Equal Rights Amandment) ditentang dan akhirnya digagalkan oleh gerakan konsevatif perempuan STOP-ERA “suatu gerakan anti feminis yang melihat sebagai ancaman terhadap peranan perempuan dalam keluarga sebagai istri dan ibu.
Suatu gerakan yang disebut reaksioner (reactionary movement) manakala tujuannya ialah untuk kembali ke institusi dan nilai di masa lampau dan meninggalkan institusi dan nilai masa kini.Contoh yang di berikan Kornblum ialah gerakan Ku Klux Klan di Amerika Serikat.Organisasi rahasia ini berusaha mengembalikan keadaan di Amerika Serikat ke masa lampau di kala instituisi sosial mendukung asas keunggulan orang kulit putih di atas orang kulit hitam (White Supermacy).
6.      Gerakan Perlawanan (Resistance Movement)
Gerakan  dan Ku Klux Klan lahir dibagian selatan seusai perang saudara dan berjuang agar peran orang-orang kulit hitam tetap tidak merubah. Gerakan seperti itu muncul kembali dalam berbagai kurun waktu dipelbagai tempat, dan berperan sebagai gerakan pribumi yang berupaya untuk melindungi orang-orang amerika yang sebenarnya dalam menghadapi orang-orang kulit hitam, Katolik, asing, atheis, dan orang-orang liberal.
Banyak sekali gerakan perlawanan dewasa ini menyatakan kekecewaan mereka terhadap arah perkembangan bangsa Amerika.Beberapa di antaranya adalah perkembangan bangsa Amerika.Beberapa diantaranya adalah gerakan pendukung-kehidupan yang ingin meniadakan pengesahan aborsi, gerakan anti pornografi, gerakan yang berupaya mengesahkan jam ibadah di sekolah, dan gerakan lainnya.
C.          Gerakan Sosial dalam Perspektif Sosiologi
Pada gerakan social dalam perspektif teori sosiologi terdapat empat macam, yaitu:[3]
Pertama,Marxisme.Teori Marx menegaskan bahwa dimasyakat industry, gerakan social dan revolusi berasal dari kontradiksi structural utama antara capital dan buruh.Merka adalah actor-aktor utama dalam konflik social ini.Ketidakpuasan yang oleh kaum buruh inilah yang akhirnya memunculkan gerakan social yang bertujuan memperjangkan nasib mereka.
Kedua,Interaksionisme. Simmel (1908), memahami konflik sebagai sebuah proses interaksi. Pada tahun 1920an, Mashab Chicago melalui teori interaksionalisme simbolik juga mengadopsi pemikiran Simmel ini untuk mempelajari tentang perilaku kolektif dan gerakan social.Berdasarkan asumsi bahwa individu dan kelompok orang bertindak berdasarkan espektasi bersama dan bahwa gerakan social muncul dari suatu situasi yang tak terstruktur atau “chaos”.Suatu situasi dimana hanya ada sedikit pedoman cultural bersama atau pedoman itu berantakan dan harus didefinisikan kembali.Menurut teori ini, gerakan social adalah ekspresi kolektif dari rekonstruksi situasi social tersebut.Jadi gerakan social adalah “usaha kolektif untuk menciptakan tatanan kehidpan yang baru (Blummer, 1939).
Ketiga,fungsionalisme structural.Ada tiga varian dalam model gerakan social menurut teori fungsionalis structural.Pertama, teori masyarakat massa. Teori ini mempostulatkan individu sebagai yang teratomisasi (Kornhauser, 1959), Karena tercabut dari akarnya akibat perubahan social yang cepat, urbanisasi dan hilangnya ikatan tradisional, terisolasi dari relasi kelompok dan kelompok normative, maka individu didalam masyarakat massa bebas dan cenderung berpartisipasi dalam jenis kelompok baru seperti gerakan social. Kedua, teori tekanan sturktural.Teori ini memandang bahwa penyebab utama kemunculan gerakan social adalah terganggunya keseimbangan dari system social (Smelser, 1962). Nonkorespondensi antara nilai-nilai yang dianut dengan praktek masyarakat actual, tertutupnya fungsi institusional, elemen disfungsional yang mengganggu kelangsungan system, semuanya merupakan hal-hal yang dapat mengganggu keseimbangan system social, memicu ketegangan structural dan kemudian memacu gerakan social. Ketiga, teori deprivasi relative.Teori ini merupakan salah satu “turunan” psikologi social dari teori tekanan. Tekanan ini bukan diakibatkan oleh diskrepansi structural tetapi berasal dari perasaan subyektif: yaitu ketika orang merasa gagal menggapai harapannya. Kebutuhan yang terpenuhi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perbaikan kondisi ekonomi dan politik yang membesarkan harapan dalam kelompok, akan mudah memunculkan gerakan social apabila realitas tampak tidak sesuai dengan harapan. Ketidakpuasan dan frustrasi akan bermunculan. Inilah yang menyebabkan gerakan social.
Keempat, Neo-utilitarian.Asumsi dasar teori ini adalah bahwa gerakan social berkembang dari aktivitas organisasional apabila mereka berhasil memobilisasi sumber daya material dan simbolis seperti uang, waktu dan legitimasi.Gerakan social dijelaskan dalam term kesempatan, strategi, mode komunikasi dan kompetisi dengan kelompok dan otoritas yang memiliki kepentingan yang saling bertentangan.



























BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas,maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1)            Gerakan social didefinisikan sebagai suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri.
2)            Bentuk-bentuk gerakan social tergolong ke dalam 6 gerakan social, yaitu sebagai berikut:
a.       Gerakan Perpindahan
b.      Gerakan Ekspresif
c.       Gerakan Utopia
d.      Gerakan Reformasi
e.       Gerakan Revolusioner
f.       Gerakan Perlawanan (Resistance Movement)
3)            Pada gerakan social dalam perspektif teori sosiologi terdapat empat macam, yaitu: Pertama, Marxisme. Kedua,Interaksionisme. Ketiga, fungsionalisme structural. Keempat, Neo-utilitarian

B.           Saran

Demikian yang dapat penulis paparkan yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul ini.
Penulisan berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Horton, Paul B.  danHunt.Chester L. 1984.Sosiologi. Jakarta: Gelora Aksara Pramata
Nagazumi, Akira. 1989.Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo 1908-1918. Jakarta: Grafitipers.

Sumber Lain:






[1]Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sosiologi, Jakarta, Gelora Aksara Pramata, 1984, hlm 195
[2]Op. cit. hlm,198