Sabtu, 22 November 2014

Makalah Manajemen Konflik



Makalah
MANAJEMEN KONFLIK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Prilaku Organisasi
Yang dibina oleh : Drs. Mubarok, M.Si







Disusun Oleh:
Kelompok IV (Empat)

Mr. Syukri  Bahah                               (1138010168)
Muhammad Thalha Ma’sum                 (1138010176)
Nisa Nirmala Dewi                             (1138010184)
Nur Israh Kampoh                              (1138010193)
Pirman Ahman Faozi                            (1138010203) 
                                   
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI  BANDUNG
 2014


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatknan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah “Manajemen Konflik” ini. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjunan alam semesta yaitu Nabi besar Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya dan sampai pada kita sebagai umat-Nya.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah Prilaku Organisasi yang kami sajikan dari berbagai sumber. Dan penuh dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT.Akhirnya Makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, karna kami masih dalam tahap pembelajaran.kita sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi kita pribadi khususnya dan bagi semua pihak pada  umumnya.



Bandung, 05 Oktober 2014



Penyusun






Conten
DAFTAR ISI







BAB I

PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang Masalah

Dalam fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal yang wajar. Pada awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan tetapi perlu dikembangkan karena merupakan sebagai bagian dari kodrat manusia yang menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan.
Organisasi terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan timbulnya konflik. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian. Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap pimpinan atau manajer organisasi.
Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan.Dalam realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud perbedaan status, kondisi ekonomi, realitas sosial. Tanpa dilandasi sikap arif dalam memandang perbedaan akan menuai konsekuensi panjang berupa konflik dan bahkan kekerasan di tengah-tengah kita.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, dan ditinggalkan, karena kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak memungkinkan.Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.

B.           Rumusan Masalah

Dari permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis memandang perlu adanya pembatasan yang dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1)            Bagaimana Pengertian dan Defisi Konflik ?
2)            Apa Sebab-sebab Timbulnya Konflik ?
3)            Apa Sajakah Jenis-Jenis Konflik ?
4)            Bagaimana Budaya Organisasi dan Konflik ?
5)            Apa yang Dimaksud dari Kepemimpinan Konflik ?
6)            Apa yang Dimaksud dengan Konflik dan Motivasi ?
7)            Bagaimana Solusi dalam Menyelesaikan Konflik ?

C.          Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.            Mengetahui Pengertian dan Defisi Konflik
2.            Mengetahui Sebab-sebab Timbulnya Konflik
3.            Mengetahui Jenis-Jenis Konflik
4.            Mengetahui Budaya Organisasi dan Konflik
5.            Mengetahu Pengertian Kepemimpinan Konflik
6.            Mengetahui hubungan Konflik dan Motivasi
7.            Mengetahui dan mengambil Solusi dalam Menyelesaikan Konflik






BAB II
PEMBAHASAN
A.          Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Konflik dilator belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Para pakar ilmu perilaku organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka merumuskan Konflik sebagai:"sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang lain dalam berbagai bentuk hambatan(blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mancapaitujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya". Dengan demikian yang dimaksud dengan konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupagejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Lebih jauh Robbins menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada" oleh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu adaatau tidak ada, adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa konflik tersebut memang tidak ada.Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan ada sebagai sebuah persepsiternyata tidak riil. Sebaliknya dapat terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai "bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.Selanjutnya,setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik selalu diasosiasikan denganantara lain, "oposisi" (lawan), "kelangkaan", dan "blokade".
Definisi konflik menurut para ahli :
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakankondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.Yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
B.           Sebab-Sebab Timbulnya Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.            Faktor Manusia
a.    Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya.
b.   Personil yang mempertahankan peraturan-peraturan secara kaku.
c.    Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual, antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter
2.            Faktor Organisasi
a.       Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.Apabila sumberdaya baik berupa uang, material, atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen dalam suatu organisasi.
b.      Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi.Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan perusahaan.
c.       Interdependensi tugas.Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu hasil kerja dari kelompok lainnya.
d.      Perbedaan nilai dan persepsi.Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif, karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat, rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan sederhana.
e.       Kekaburan yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f.       Masalah “status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit atau departemen mencoba memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki organisasi.
g.      Hambatan komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
h.      Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
i.        Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
j.        Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
k.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
C.          Jenis-Jenis Konflik
Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai kriteria.Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan berdasarkan latar terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan substansi konflik.  Berikut adalah beberapa jenis konflik:
1.      Konflik Personal dan Konflik Interpersonal
a.            Konflik Personal
Konflik yang terjadi dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini terdiri atas, antara lain sebagai berikut:
1.            Konflik pendekatan ke pendekatan, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih dua alternative yang berbeda, tetapi sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Misalnya, seorang lulusan SMA yang akan melanjutkan sekolah harus memilih dua universitas negeri yang sama kualitasnya.
2.            Konflik menghindar ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena harus memilih alternative yang sama-sama harus dihindari. Misalnya, seseorang yang harus memilih menjual sepeda motor untuk melanjutkan sekolah, atau tidak menjual sepeda motor, tetapi tidak melanjutkan sekolah.
3.            Konflik pendekatan ke menghindar, yaitu konflik yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan posisitif dan negative terhadap sesuatu yang sama. Misalnya, Wulan membuat surat untuk melamar pekerjaan, namun karena takut tidak diterima akhirnya surat lamaran pekerjaannya tidak jadi dikirim.
Konflik personal bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.Ia adalah seseorang yang munafik dan melakukan sesuatu yang berbeda antara perkataan dan perbuatan.
b.            Konflik Interpersonal
konflik yang terjadi di dalam suatu organisasi atau konflik di tempat kerja diantara pihak-pihak yang terlibat konflik dan saling ketergantungan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.  Konflik yang terjadi di antara mereka yang bekerja untuk suatu organisasi profit atau nonprofit.  Konflik interpersonal dapat terjadi dalam tujuh macam sebagai berikut:
1.            Konflik antarmanajer, bentuk konflik di antara manajer atau birokrat organisasi dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai pimpinan organisasi.
2.            Konflik antar pegawai dan manajernya, konflik ini terjadi antara manajer unit kerja dan karyawan di bawahnya.
3.            Konflik hubungan industrial, konflik yang terjadi antara organisasi atau perusahaan dan para karyawannya atau dengan serikat pekerja.
4.            Konflik antar kelompok kerja, dalam organisasi terdapat sejumlah kelompok kerja yang melakukan tugas yang berbeda untuk mencapai tujuan organisasi yang sama. Masing-masing kelompok harus memberikan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi, dimana kelompok-kelompok kerja tersebut saling memiliki ketergantungan.
5.            Konflik antara anggota kelompok kerja dan kelompok kerjanya, konflik yang terjadi dalam melaksanakan fungsi dan tugas dalam suatu tim karena perbedaan latar belakang pendidikan, agama, budaya, pengalaman dan kepribadian.
6.            Konflik interes, konflik yang bersifat  individual dan interpersonal yang terjadi dalam diri seseorang pegawai yang terlibat konflik.
7.            Konflik antara organisasi dan pihak luar organisasi, konflik yang terjadi antara suatu perusahaan atau organisasi dan pemerintah; perusahaan dan perusahaan lainnya; perusahaan dan pelanggan; perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat; serta perubahan dan masyarakat.
2.      Konflik Interes
Konflik ini berkaitan dengan konflik dalam diri seseorang individu dalam suatu sistem sosial (organisasi atau perusahaan) yang membawa implikasi bagi individu dan sistem sosialnya.Konflik ini secara moral merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada pejabat yang melakukannya.Konflik inters biasanya terjadi dalam diri pemimpin, manajer atau pegawai karena mereka merupakan individu dengan multiposisi dan multiperan.
Konflik interes merupakan salah satu fenomena yang melatarbelakangi korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia.kebijakan untuk menanggulangi konflik interes perlu disusun dan dilaksanakan secara sistematis, antara lain sebagai berikut:
a.             Membuat definisi operasional mengenai apa yang disebut sebagai konflik interes sehingga bisa dideteksi dan diukur, disertai contoh-contohnya.
b.            Adanya deskripsi tugas untuk setiap orang dalam organisasi dan prosedur untuk melaksanakannya.
c.             Adanya prosedur untuk menyelesaikan konflik interes.
d.            Adanya sanksi terhadap orang yang melakukan konflik interes.
e.             Dilakukan pelatihan untuk menghindari terjadinya konflik interes dank ode etik organisasi.
Konflik interes banyak terjadi dalam pengadaan barang, jasa dan tender-tender proyek, baik di lembaga pemerintah maupun di lembaga bisnis.Untuk mencegahnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai Pengadaan Barang dan Jasa.Untuk pengadaan barang dalam nilai tertentu harus dilakukan tender atau melalui e-procurement.
3.      Konflik Realistis dan Konflik Nonrealistis
Lewis Coser seperti dikutip oleh Joseph P. Folger dan Marshal S. Poole (1984) mengelompokkan konflik menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis, yaitu:
a.            Konflik realistis
Konflik realistis terjadi karena perbedaan dan ketidaksepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Metode manajemen konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi.
b.            Konflik Nonrealistic
konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Metode manajemen konflik yang digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan.Konflik ini biasanya dipicu karena perbedaan agama, suku, ras, bangsa, yang sudah menimbulkan kebencian mendalam.
4.      Konflik Konstruktif dan Konflik Destruktif
a.            Konflik Konstruktif
konflikkontruktif prosesnya mengarah kepada mencari solusi mengenai substansi politik. Konflik jenis ini membangun sesuatu yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen konflik, seperti negosiasi, give and take, humor bahkan voting untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial diantara mereka dan membangun pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai objektif mereka.Di samping itu, konflik jenis ini memungkinkan interaksi konflik yang keras kembali normal dan sehat.Akhir dari konflik ini adalah antara lain win & win solution, solusi kolaborasi atau kompromi, serta meningkatkann perkembangan dan kesehatan organisasi.
b.            Konflik Destruktif
Pihak-pihak yang terlibat konflik tidak fleksibel atau kakau karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu untuk mengalahkan satu sama lain. interaksi konflik berlarut-larut, siklus konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya.Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik.
Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan teknik manajemen konflik kompetensi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dn sedikit sekali menggunakan negosiasi untuk mencapai win & win solution.Berikut adalah perbedaan karakteristik dari konflik konstruktif dan konflik destruktif.
Tabel 1.
Karakteristik Konflik Konstruktif dan Destruktif

Konflik Konstruktif
Konflik Destruktif
     Berusaha menyelesaikan perbedaan mengenai substansi konflik
    Polarisasi perbedaan
     Berhasil mendefinisikan dan mengklarifikasi permasalahan konflik
    Berkurangnya kerjasama
     Komunikasi dan negosiasi intensif untuk menjelaskan posisi masing-masing
     Konflik tidak berpusat pada substansi konflik
     Berupaya mengendalikan emosi, marah, kekhawatiran dan stress
     Terjadi spiral konflik yang makin membesar dan meninggi
     Negosiasi give and take
     Perilaku merendahkan lawan konflik
     Spiral konflik mengerucut ke arah kompromi atau kolaborasi
    Perilaku mengancam
     Berupaya mencari win & win solution yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik
     Perilaku mengancam dan konfrontasi
     Ketegangan, kekhawatiran, stres dan agresi
      Negosiasi minimal
     Gaya manajemen konflik kompetisi
      Mengalami krisis
      Menginginkan win & lose solution
      Merusak hubungan
      Menyelamatkan muka

5.    Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Konflik dapat dikelompokkan menurut bidang kehidupan yang menjadi objek konflik.Namun, sering kali, suatu jenis konflik tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan konflik sejumlah aspek kehidupan.misalnya, konflik sosial sering kali tidak hanya disebabkan oleh perbedaan suku,  ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi sering kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi,kehidupan politik,  dan perbedaan agama. Berikut adalah contoh-contoh konflik multidimensi yang dialami bangsa dan negara Indonesia.
a.             Konflik Ekonomi, terjadi karena perebutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Konflik ekonomi misalnya terjadi dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara anggota masyarakat dan perusahaan perkebunan, antara anggota masyarakat dan lembaga pemerintah, atau antara anggota masyarakat dan anggota masyarakata lainnya.
b.            Konflik Politik, terjadi dalam organisasi politik, seperti organisasi negara dan partai politik, tetapi juga terjadi pada organisasi bisnis dan organisasi nirlaba. Negara Indonesia pernah mengalami konflik politik dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Konflik ini menimbulkan peperangan, memakan korban, dan anggaran. Namun, setelah reformasi tahun 1998 membawa perubahan yang besar terhadap keidupan politik di Indonesia. Demokratisasi yang dikembangkan dalam dunia politik mengembangkan sejumlah partai politik  di Indonesia.
c.             Konflik Agama, sepanjang sejarah umat manusia, terjadi sejumlah konflik agama. Konflik ini bisa terjadi di antara dua pemeluk agama yang berbeda atau di antara para pemeluk agama yang sama. Konflik agama adalah konflik di antara pemeluk, bukan konflik di antara ajaran atau kitab suci agama. Phak yang terlibat adalah para penganut agama yang menerapkan kitab suci dalam keidupannya. Agama dan kitab sucinya tidak membenci dan membunuh orang, tetapi para pemeluknya yang melakukannnya. Beberapa konflik yang terjadi karena latar belakang agama, diantaranya yaitu: konflik Poso, konflik ahmadiyah, dan konflik Madura.
Konflik agama seharusnya dapat dihindari karena negara telah menjamin kebebasan setiap warga negara untuk beribadah dan memeluk agamanya sesuai dengan kepercayaan masing-masing, sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI 1945 pasal 28 E perubahan kedua UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya,…”
D.          Budaya Organisasi dan Konflik
Budaya berasal dari bahasa latin “ Colere “ yang artinya mengolah atau mengerjakan, kemudian dalam bahasa inggris disebut “Culture” yang artinya cara atau pola hidup masyarakat Secara Terminologis budaya : adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu perilaku yang beradab.
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli 
1.            Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
2.            Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
3.            Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
4.            Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
Dalam budaya organisasi Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (1996:294) sebagai berikut :
a.             Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b.            Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c.             Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.            Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.             Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
E.           Kepemimpinan Konflik
Kepemimpinan  merupakan faktor terpenting dalam suatu organisasi. Tindakan pemimpin akan mempengaruhi gerak suatu organisasi. Pemimpin yang dapat memerankan fungsi secara maksimal dan dapat mencapai tujuan tertentu yang disepakati dapat dikatakan sebagai kepemimpinan yang efektif.
Pola kepemimipnan yang efektif dapat diwujudkan dengan pendekatan perilaku lebih bagus dari pada pendekatan kesifatan, oleh karena pendekatan ini memiliki banyak  keterbatasan dalam melihat sifat pemimpin, yaitu : tidak tampaknya sifat-sifat kepemimpinan yang ditemukan secara umum pada semua tokoh yang dikaji; dan terdapat berbagai kasus dimana seorang pemimpin sukses dalam situasi tetapi tidak dalam situasi yang lain, sehingga tidak satupun sifat yang secara obsolut esensial ( Handoko, 1993).
Dalam kehidupan organisasi yang didalamnya melibatkan berbagai pola interaksi antar manusia, baik secara individual maupun kelompok, masalah konflik merupakan fakta yang tidak dapat di hindarkan. Dan konflik itu sendiri merupakan proses dinamis yang dapat dilihat, diuraikan dan dianalisa. Oleh karena itu, konflik sebagai sebagai suatu proses sangat menarik dalam dunia manajemen.
Menurut Hicks dan gullett dalam buku kepemimpinan dan motivasi (Wahjosumidjo ; 2001) menyebutkan bahwa peranan pimpinan dalam suatu organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing security). Dengan terciptanya rasa aman , organisasi atau bawahan dalam melaksanakan tugas-tugasnya merasa tidak tertanggu, bebas dari segala perasaan gelisah, kekawatiran, bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
Dan bagaimana seorang pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi kembali kepada berbagai teori  kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.
Berdasarkan management grid, setiap perilaku seorang pemimpin dapat diukur melalui dua demensi, yaitu berorientasi kepada hasil atau tugas (T), dan yang lain berorientasi kepada bawahan atau hubungan kerja (H).
Kemudian Blake dan mouton berhasil memodifikasi teorinya ke dalam usaha untuk memecahkan suatu konflik, yang dikenal dengan nama the conflict grid. Dengan mempergunakan the conflict grid, akan dapat dilihat organigram cara seorang pemimpin memecahkan suatu konlik (Milton, Charles, R ; 1981). Ada lima dasar tindakan untuk memecahkan suatu konflik.
1.      The 9-1 conflict style
2.      The 1-9 conflict style
3.      The 1-1 conflict style
4.      The 5-5 conflict style
5.      The 9-9 conflict style
Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar tindakan diatas suatu konflik yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai macam cara atau tindakan, yaitu :
1.            Gaya 9-1 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan (suppression). Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran :
a.       Konflik dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena itu setiap konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan dan tekanan.
b.      Untuk meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu adanya loyalitas bawahan.
c.       Penyelesaikan konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d.      Hasil penyelesaian  suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates loses.
2.            Gaya 1-9 suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak (smoothing). Pola semacam ini didasarkan pemikiran :
a.    konflik dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan kerja sama.
b.   Keharmonisan tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi mengenai konflik itu sendiri.
c.    Terhadap konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan untuk menentukan sikap dan pendapat.
d.   Berbagai perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3.            Gaya 1-1 pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari tanggungjawab (withrowal atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik pemimpin tidak ikut bertanggungjawab;
4.            Gaya 5-5 pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu, terhadap konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.
5.            Gaya 9-9 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan (confrontation) . Dalam  arti pihak-pihak yang saling bertentangan dikonfrontasikan atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-masing pihak yang saling bertentangan, saling mengadakan analisa dan evaluasi, sehingga ahkirnya bias diperoleh suatu titik temu atau kesepakatan.
F.           Konflik dan Motivasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan. Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya. Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya dapat diminimalkan.
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
G.          Solusi dalam Menyelesaikan Konflik
Menurut Stevenin terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1.            Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2.            Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3.            Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya.Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4.            Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5.            Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Menurut Wijono strategi mengatasi konflik, yaitu:
a.            Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1)            Menciptakan kontak dan membina hubungan
2)            Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3)            Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4)            Menentukan tujuan
5)            Mencari beberapa alternative
6)            Memilih alternate
7)            Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
b.            Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
1)         Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah.Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri.
2)      Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflikdengan win-lose strategy dapat melalui:
a)            Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b)            Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c)            Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d)           Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e)            Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3)      Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada dua cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a)            Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b)            Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimisalah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
c.             Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1)      Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarkistruktural (structural hierarchical).
2)      Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3)      Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4)      Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas,maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1)            Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
2)            Konflik di dalam organisasi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor Manusia dan faktor organisasi. Faktor manusia yang salah satunya ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya kepemimpinannya. Dan Faktor Organisasi karena adanya beberapa sebab contohnya karena Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi dan adanya Persaingan dalam menggunakan sumberdaya.
3)            Jenis-jenis konflik yang sering terjadi pada suatu organisasi yaitu mencakup Konflik Personal dan Konflik Interpersonal, Konflik Interes, Konflik Realistis dan Konflik Nonrealistis, Konflik Konstruktif dan Konflik Destruktif, dan Konflik Menurut Bidang Kehidupan.
4)            Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.
5)            Dalam kepemimpinan konflik, salah satu peranan pimpinan dalam suatu organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing security). Dan bagaimana seorang pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi kembali kepada berbagai teori  kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert R. Blake dan Jane S. Mouton.
6)            Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Sedangkan motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Oleh karena itu dengan adanya motivasi suatu hubungan  dalam organisasi dapat menciptakan aura baik sehingga tidak timbulnya konflik dalam organisasi tersebut.
7)            Menurut Stevenin terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik yaitu Pengenalan, Diagnosis, Menyepakati suatu solusi, Pelaksanaan, dan Evaluasi.

B.           Saran

Demikian yang dapat penulis paparkan yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul resume ini.
Penulisan berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.










DAFTAR PUSTAKA

Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik dalam Organisasi: Pedoman Praktis bagi Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.
Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian.   Jakarta: Salemba Humanika.






2 komentar:

  1. Terimakasih artikelnya bermanfaat.

    ZN
    http://www.trainingauditor.co.id

    BalasHapus
  2. Terimakasih artikelnya bermanfaat.

    ZN
    http://www.trainingauditor.co.id

    BalasHapus