Makalah
MANAJEMEN KONFLIK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Prilaku Organisasi
Yang dibina
oleh : Drs. Mubarok, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok IV (Empat)
Mr. Syukri Bahah (1138010168)
Muhammad
Thalha Ma’sum (1138010176)
Nisa Nirmala Dewi (1138010184)
Nur Israh Kampoh (1138010193)
Pirman Ahman Faozi (1138010203)
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatknan kehadirat Allah
SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah “Manajemen
Konflik” ini. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada junjunan alam semesta
yaitu Nabi besar Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya dan sampai pada kita
sebagai umat-Nya.
Adapun tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur Mata Kuliah
Prilaku Organisasi yang kami sajikan dari berbagai sumber. Dan penuh
dengan kesabaran terutama pertolongan dari Allah SWT.Akhirnya Makalah ini dapat
kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan, karna kami masih dalam tahap pembelajaran.kita
sangat berharap makalah ini bermanfaat bagi kita pribadi khususnya dan bagi
semua pihak pada umumnya.
Bandung, 05 Oktober 2014
Penyusun
Conten
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu
maupun antar kelompok, terjadinya konflik sebenarnya merupakan hal yang wajar.
Pada awalnya konflik dianggap sebagai gejala atau fenomena yang tidak wajar dan
berakibat negatif, tetapi sekarang konflik dianggap sebagai gejala alamiah yang
dapat berakibat negatif maupun positif tergantung bagaimana cara mengelolanya.
Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan tetapi perlu
dikembangkan karena merupakan sebagai bagian dari kodrat manusia yang
menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan.
Organisasi
terdiri dari berbagai macam komponen yang berbeda dan saling memiliki
ketergantungan dalam proses kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Perbedaan
yang terdapat dalam organisasi seringkali menyebabkan terjadinya ketidakcocokan
yang akhirnya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya
ketika terjadi suatu organisasi, maka sesungguhnya terdapat banyak kemungkinan
timbulnya konflik. Konflik dapat menjadi masalah yang serius dalam setiap
organisasi, tanpa peduli apapun bentuk dan tingkat kompleksitas organisasi
tersebut, jika konflik tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian.
Karena itu keahlian untuk mengelola konflik sangat diperlukan bagi setiap
pimpinan atau manajer organisasi.
Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak
adanya kepercayaan serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang
saling berhubungan.Dalam realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud
perbedaan status, kondisi ekonomi, realitas sosial. Tanpa dilandasi sikap arif
dalam memandang perbedaan akan menuai konsekuensi panjang berupa konflik dan
bahkan kekerasan di tengah-tengah kita.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk
perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, dan ditinggalkan, karena
kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak memungkinkan.Perasaan-perasaan
tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan
mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan
dapat menurunkan produktivitas kerja secara tidak langsung dengan melakukan
banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
B. Rumusan Masalah
Dari
permasalahan yang telah dipaparkan diatas, penulis memandang perlu adanya pembatasan
yang dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1)
Bagaimana Pengertian dan Defisi Konflik ?
2)
Apa Sebab-sebab Timbulnya Konflik ?
3)
Apa Sajakah Jenis-Jenis Konflik ?
4)
Bagaimana Budaya Organisasi dan Konflik ?
5)
Apa yang Dimaksud dari Kepemimpinan Konflik ?
6)
Apa yang Dimaksud dengan Konflik dan Motivasi ?
7)
Bagaimana Solusi dalam Menyelesaikan Konflik ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui Pengertian dan Defisi Konflik
2.
Mengetahui Sebab-sebab Timbulnya Konflik
3.
Mengetahui Jenis-Jenis Konflik
4.
Mengetahui Budaya Organisasi dan Konflik
5.
Mengetahu Pengertian Kepemimpinan Konflik
6.
Mengetahui hubungan Konflik dan Motivasi
7.
Mengetahui dan mengambil Solusi dalam
Menyelesaikan Konflik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak
berdaya.
Konflik dilator belakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
Para pakar ilmu perilaku
organisasi, memang banyak yang memberikan definisi tentang konflik. Robbins, salah seorang dari mereka
merumuskan Konflik sebagai:"sebuah proses dimana sebuah upaya sengaja
dilakukan oleh seseorang untuk menghalangi usaha yang dilakukan oleh orang
lain dalam berbagai bentuk hambatan(blocking)
yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya
mancapaitujuan yang diinginkan atau merealisasi minatnya". Dengan demikian
yang dimaksud dengan konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan
peristiwa yang berupagejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya.
Lebih jauh Robbins
menulis bahwa sebuah konflik harus dianggap sebagai "ada" oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Dengan demikian apakah konflik itu
adaatau tidak ada, adalah masalah "persepsi" dan bila tidak ada
seorangpun yang menyadari bahwa ada konflik, maka dapat dianggap bahwa
konflik tersebut memang tidak ada.Tentu saja ada konflik yang hanya dibayangkan
ada sebagai sebuah persepsiternyata tidak riil. Sebaliknya dapat
terjadi bahwa ada situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap sebagai
"bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai
konflik karena nggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai
konflik.Selanjutnya,setiap kita membahas konflik dalam organisasi kita, konflik
selalu diasosiasikan denganantara lain, "oposisi" (lawan),
"kelangkaan", dan "blokade".
Definisi konflik menurut para ahli :
Menurut Killman
dan Thomas (1978), konflik merupakankondisi terjadinya ketidakcocokan antar
nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu
maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja
Menurut Wood,
Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud
dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational
substance and/or experience some emotional antagonism with one another.Yang
kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak
orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut
kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu
dengan yang lainnya.
B.
Sebab-Sebab Timbulnya Konflik
Konflik di dalam organisasi dapat disebabkan
oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Faktor
Manusia
a. Ditimbulkan oleh atasan, terutama karena gaya
kepemimpinannya.
b. Personil yang mempertahankan
peraturan-peraturan secara kaku.
c. Timbul karena ciri-ciri kepriba-dian individual,
antara lain sikap egoistis, temperamental, sikap fanatik, dan sikap otoriter
2.
Faktor
Organisasi
a.
Persaingan
dalam menggunakan sumberdaya.Apabila sumberdaya baik berupa uang, material,
atau sarana lainnya terbatas atau dibatasi, maka dapat timbul persaingan dalam
penggunaannya. Ini merupakan potensi terjadinya konflik antar unit/departemen
dalam suatu organisasi.
b.
Perbedaan
tujuan antar unit-unit organisasi.Tiap-tiap unit dalam organisasi mempunyai
spesialisasi dalam fungsi, tugas, dan bidangnya. Perbedaan ini sering mengarah
pada konflik minat antar unit tersebut. Misalnya, unit penjualan menginginkan
harga yang relatif rendah dengan tujuan untuk lebih menarik konsumen, sementara
unit produksi menginginkan harga yang tinggi dengan tujuan untuk memajukan
perusahaan.
c.
Interdependensi
tugas.Konflik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Kelompok yang satu tidak dapat bekerja karena menunggu
hasil kerja dari kelompok lainnya.
d.
Perbedaan
nilai dan persepsi.Suatu kelompok tertentu mempunyai persepsi yang negatif,
karena merasa mendapat perlakuan yang tidak “adil”. Para manajer yang relatif
muda memiliki presepsi bahwa mereka mendapat tugas-tugas yang cukup berat,
rutin dan rumit, sedangkan para manajer senior men¬dapat tugas yang ringan dan
sederhana.
e.
Kekaburan
yurisdiksional. Konflik terjadi karena batas-batas aturan tidak jelas, yaitu
adanya tanggung jawab yang tumpang tindih.
f.
Masalah
“status”. Konflik dapat terjadi karena suatu unit atau departemen mencoba
memperbaiki dan meningkatkan status, sedangkan unit/departemen yang lain
menganggap sebagai sesuatu yang mengancam posisinya dalam status hirarki
organisasi.
g.
Hambatan
komunikasi. Hambatan komunikasi, baik dalam perencanaan, pengawasan, koordinasi
bahkan kepemimpinan dapat menimbulkan konflik antar unit/ departemen.
h.
Perbedaan
individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah
individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang
berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu
hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik
sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan
dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan
pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa
terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
i.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
j.
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
k.
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang
lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang
mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat
tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi
nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai
kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.Nilai-nilai
kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan
waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas
seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan
ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan
proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan
terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan
masyarakat yang telah ada.
C.
Jenis-Jenis Konflik
Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan
berdasarkan berbagai kriteria.Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan
berdasarkan latar terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan
substansi konflik. Berikut adalah
beberapa jenis konflik:
1.
Konflik
Personal dan Konflik Interpersonal
a.
Konflik
Personal
Konflik yang terjadi
dalam diri seorang individu karena harus memilih dari sejumlah alternatif
pilihan yang ada atau karena mempunyai kepribadian ganda. Konflik ini terdiri
atas, antara lain sebagai berikut:
1.
Konflik pendekatan ke pendekatan, yaitu konflik
yang terjadi karena harus memilih dua alternative yang berbeda, tetapi
sama-sama menarik atau sama baik kualitasnya. Misalnya, seorang lulusan SMA
yang akan melanjutkan sekolah harus memilih dua universitas negeri yang sama
kualitasnya.
2.
Konflik menghindar ke menghindar, yaitu konflik
yang terjadi karena harus memilih alternative yang sama-sama harus dihindari.
Misalnya, seseorang yang harus memilih menjual sepeda motor untuk melanjutkan
sekolah, atau tidak menjual sepeda motor, tetapi tidak melanjutkan sekolah.
3.
Konflik pendekatan ke menghindar, yaitu konflik
yang terjadi karena seseorang mempunyai perasaan posisitif dan negative
terhadap sesuatu yang sama. Misalnya, Wulan membuat surat untuk melamar
pekerjaan, namun karena takut tidak diterima akhirnya surat lamaran
pekerjaannya tidak jadi dikirim.
Konflik
personal bisa terjadi pada diri seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.Ia
adalah seseorang yang munafik dan melakukan sesuatu yang berbeda antara
perkataan dan perbuatan.
b.
Konflik Interpersonal
konflik yang terjadi di dalam suatu organisasi
atau konflik di tempat kerja diantara pihak-pihak yang terlibat konflik dan
saling ketergantungan dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konflik yang terjadi di
antara mereka yang bekerja untuk suatu organisasi profit atau nonprofit. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam
tujuh macam sebagai berikut:
1.
Konflik antarmanajer, bentuk konflik di antara
manajer atau birokrat organisasi dalam rangka melaksanakan fungsinya sebagai
pimpinan organisasi.
2.
Konflik antar pegawai dan manajernya, konflik
ini terjadi antara manajer unit kerja dan karyawan di bawahnya.
3.
Konflik hubungan industrial, konflik yang
terjadi antara organisasi atau perusahaan dan para karyawannya atau dengan
serikat pekerja.
4.
Konflik antar kelompok kerja, dalam organisasi
terdapat sejumlah kelompok kerja yang melakukan tugas yang berbeda untuk
mencapai tujuan organisasi yang sama. Masing-masing kelompok harus memberikan
kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi, dimana kelompok-kelompok kerja
tersebut saling memiliki ketergantungan.
5.
Konflik antara anggota kelompok kerja dan
kelompok kerjanya, konflik yang terjadi dalam melaksanakan fungsi dan tugas
dalam suatu tim karena perbedaan latar belakang pendidikan, agama, budaya,
pengalaman dan kepribadian.
6.
Konflik interes, konflik yang bersifat individual dan interpersonal yang terjadi
dalam diri seseorang pegawai yang terlibat konflik.
7.
Konflik antara organisasi dan pihak luar
organisasi, konflik yang terjadi antara suatu perusahaan atau organisasi dan
pemerintah; perusahaan dan perusahaan lainnya; perusahaan dan pelanggan;
perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat; serta perubahan dan masyarakat.
2.
Konflik Interes
Konflik ini berkaitan dengan konflik dalam diri
seseorang individu dalam suatu sistem sosial (organisasi atau perusahaan) yang
membawa implikasi bagi individu dan sistem sosialnya.Konflik ini secara moral
merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan para anggotanya kepada
pejabat yang melakukannya.Konflik inters biasanya terjadi dalam diri pemimpin,
manajer atau pegawai karena mereka merupakan individu dengan multiposisi dan
multiperan.
Konflik interes merupakan salah satu fenomena
yang melatarbelakangi korupsi, kolusi dan nepotisme di Indonesia.kebijakan
untuk menanggulangi konflik interes perlu disusun dan dilaksanakan secara
sistematis, antara lain sebagai berikut:
a.
Membuat definisi operasional mengenai apa yang
disebut sebagai konflik interes sehingga bisa dideteksi dan diukur, disertai
contoh-contohnya.
b.
Adanya deskripsi tugas untuk setiap orang dalam
organisasi dan prosedur untuk melaksanakannya.
c.
Adanya prosedur untuk menyelesaikan konflik
interes.
d.
Adanya sanksi terhadap orang yang melakukan
konflik interes.
e.
Dilakukan pelatihan untuk menghindari
terjadinya konflik interes dank ode etik organisasi.
Konflik interes banyak terjadi dalam pengadaan
barang, jasa dan tender-tender proyek, baik di lembaga pemerintah maupun di
lembaga bisnis.Untuk mencegahnya, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
mengenai Pengadaan Barang dan Jasa.Untuk pengadaan barang dalam nilai tertentu
harus dilakukan tender atau melalui e-procurement.
3.
Konflik
Realistis dan Konflik Nonrealistis
Lewis Coser
seperti dikutip oleh Joseph P. Folger dan Marshal S. Poole (1984)
mengelompokkan konflik menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis,
yaitu:
a.
Konflik
realistis
Konflik realistis terjadi karena perbedaan dan
ketidaksepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai.
Interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau
objek konflik yang harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Metode manajemen
konflik yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah, voting dan negosiasi.
b.
Konflik
Nonrealistic
konflik ini dipicu oleh kebencian atau
prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan agresi untuk
mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Metode manajemen konflik yang
digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan.Konflik
ini biasanya dipicu karena perbedaan agama, suku, ras, bangsa, yang sudah menimbulkan
kebencian mendalam.
4.
Konflik
Konstruktif dan Konflik Destruktif
a.
Konflik Konstruktif
konflikkontruktif prosesnya mengarah kepada
mencari solusi mengenai substansi politik. Konflik jenis ini membangun sesuatu
yang baru atau mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik; ataupun
mereka memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik. Pihak-pihak yang
terlibat konflik secara fleksibel menggunakan berbagai teknik manajemen
konflik, seperti negosiasi, give and take,
humor bahkan voting untuk mencari
solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
Interaksi pihak-pihak yang terlibat konflik
merupakan interaksi membangun dan makin mendekatkan jarak interaksi sosial
diantara mereka dan membangun pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai
objektif mereka.Di samping itu, konflik jenis ini memungkinkan interaksi
konflik yang keras kembali normal dan sehat.Akhir dari konflik ini adalah
antara lain win & win solution,
solusi kolaborasi atau kompromi, serta meningkatkann perkembangan dan kesehatan
organisasi.
b.
Konflik Destruktif
Pihak-pihak yang terlibat konflik tidak
fleksibel atau kakau karena tujuan konflik didefinisikan secara sempit yaitu
untuk mengalahkan satu sama lain. interaksi konflik berlarut-larut, siklus
konflik tidak terkontrol karena menghindari isu konflik yang sesungguhnya.Interaksi
pihak-pihak yang terlibat konflik membentuk spiral yang panjang yang makin lama
makin menjauhkan jarak pihak-pihak yang terlibat konflik.
Pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan
teknik manajemen konflik kompetensi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, agresi, dn
sedikit sekali menggunakan negosiasi untuk mencapai win & win solution.Berikut adalah perbedaan karakteristik dari
konflik konstruktif dan konflik destruktif.
Tabel 1.
Karakteristik
Konflik Konstruktif dan Destruktif
Konflik Konstruktif
|
Konflik
Destruktif
|
Berusaha menyelesaikan perbedaan
mengenai substansi konflik
|
Polarisasi perbedaan
|
Berhasil mendefinisikan dan
mengklarifikasi permasalahan konflik
|
Berkurangnya kerjasama
|
Komunikasi dan negosiasi intensif
untuk menjelaskan posisi masing-masing
|
Konflik tidak berpusat pada
substansi konflik
|
Berupaya mengendalikan emosi,
marah, kekhawatiran dan stress
|
Terjadi spiral konflik yang makin
membesar dan meninggi
|
Negosiasi give and take
|
Perilaku merendahkan lawan konflik
|
Spiral konflik mengerucut ke arah
kompromi atau kolaborasi
|
Perilaku mengancam
|
Berupaya mencari win & win solution
yang memuaskan kedua belah pihak yang terlibat konflik
|
Perilaku mengancam dan konfrontasi
|
Ketegangan, kekhawatiran, stres
dan agresi
|
|
Negosiasi minimal
|
|
Gaya manajemen konflik kompetisi
|
|
Mengalami krisis
|
|
Menginginkan win & lose solution
|
|
Merusak hubungan
|
|
Menyelamatkan muka
|
5.
Konflik Menurut Bidang Kehidupan
Konflik dapat
dikelompokkan menurut bidang kehidupan yang menjadi objek konflik.Namun, sering
kali, suatu jenis konflik tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan
konflik sejumlah aspek kehidupan.misalnya, konflik sosial sering kali tidak
hanya disebabkan oleh perbedaan suku,
ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi sering kali disebabkan oleh
kecemburuan ekonomi,kehidupan politik,
dan perbedaan agama. Berikut adalah contoh-contoh konflik multidimensi
yang dialami bangsa dan negara Indonesia.
a.
Konflik Ekonomi, terjadi karena
perebutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas. Konflik ekonomi misalnya terjadi
dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara anggota masyarakat dan perusahaan
perkebunan, antara anggota masyarakat dan lembaga pemerintah, atau antara anggota
masyarakat dan anggota masyarakata lainnya.
b.
Konflik Politik, terjadi dalam
organisasi politik, seperti organisasi negara dan partai politik, tetapi juga
terjadi pada organisasi bisnis dan organisasi nirlaba. Negara Indonesia pernah
mengalami konflik politik dalam bentuk pemberontakan bersenjata. Konflik ini
menimbulkan peperangan, memakan korban, dan anggaran. Namun, setelah reformasi
tahun 1998 membawa perubahan yang besar terhadap keidupan politik di Indonesia.
Demokratisasi yang dikembangkan dalam dunia politik mengembangkan sejumlah
partai politik di Indonesia.
c.
Konflik Agama, sepanjang
sejarah umat manusia, terjadi sejumlah konflik agama. Konflik ini bisa terjadi
di antara dua pemeluk agama yang berbeda atau di antara para pemeluk agama yang
sama. Konflik agama adalah konflik di antara pemeluk, bukan konflik di antara
ajaran atau kitab suci agama. Phak yang terlibat adalah para penganut agama
yang menerapkan kitab suci dalam keidupannya. Agama dan kitab sucinya tidak
membenci dan membunuh orang, tetapi para pemeluknya yang melakukannnya.
Beberapa konflik yang terjadi karena latar belakang agama, diantaranya yaitu:
konflik Poso, konflik ahmadiyah, dan konflik Madura.
Konflik agama
seharusnya dapat dihindari karena negara telah menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk beribadah dan memeluk agamanya sesuai dengan kepercayaan
masing-masing, sebagaimana yang tertuang dalam UUD RI 1945 pasal 28 E perubahan
kedua UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa, “setiap orang bebas memeluk agama dan
beribadah menurut agamanya,…”
D.
Budaya Organisasi dan Konflik
Budaya berasal dari bahasa latin “ Colere “ yang
artinya mengolah atau mengerjakan, kemudian dalam bahasa inggris disebut “Culture”
yang artinya cara atau pola hidup masyarakat Secara Terminologis budaya
: adalah suatu hasil dari budi dan atau daya, cipta, karya, karsa, pikiran dan
adat istiadat manusia yang secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai
suatu perilaku yang beradab.
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama
yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah
sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Budaya Organisasi Menurut Para Ahli
1.
Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn
(2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang
dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota
organisasi itu sendiri.
2.
Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh
Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan
dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang
ada pada bagian-bagian organisasi.
3.
Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
4.
Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar
yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk
karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan
anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk
anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan
merasakan masalah yang dihadapi.
Dalam budaya organisasi Fungsi Budaya Organisasi Menurut Robbins (1996:294) sebagai berikut :
a.
Budaya menciptakan pembedaan yang jelas
antara satu organisasi dan yang lain.
b.
Budaya membawa suatu rasa identitas bagi
anggota-anggota organisasi.
c.
Budaya mempermudah timbulnya komitmen
pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
d.
Budaya merupakan perekat sosial yang
membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang
tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna
dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
E.
Kepemimpinan Konflik
Kepemimpinan merupakan faktor
terpenting dalam suatu organisasi. Tindakan pemimpin akan mempengaruhi gerak
suatu organisasi. Pemimpin yang dapat memerankan fungsi secara maksimal dan
dapat mencapai tujuan tertentu yang disepakati dapat dikatakan sebagai
kepemimpinan yang efektif.
Pola kepemimipnan yang efektif dapat
diwujudkan dengan pendekatan perilaku lebih bagus dari pada pendekatan
kesifatan, oleh karena pendekatan ini memiliki banyak keterbatasan dalam
melihat sifat pemimpin, yaitu : tidak tampaknya sifat-sifat kepemimpinan yang
ditemukan secara umum pada semua tokoh yang dikaji; dan terdapat berbagai kasus
dimana seorang pemimpin sukses dalam situasi tetapi tidak dalam situasi yang
lain, sehingga tidak satupun sifat yang secara obsolut esensial ( Handoko,
1993).
Dalam kehidupan organisasi yang
didalamnya melibatkan berbagai pola interaksi antar manusia, baik secara
individual maupun kelompok, masalah konflik merupakan fakta yang tidak dapat di
hindarkan. Dan konflik itu sendiri merupakan proses dinamis yang dapat dilihat,
diuraikan dan dianalisa. Oleh karena itu, konflik sebagai sebagai suatu proses
sangat menarik dalam dunia manajemen.
Menurut Hicks dan gullett
dalam buku kepemimpinan dan motivasi (Wahjosumidjo ; 2001) menyebutkan bahwa
peranan pimpinan dalam suatu organisasi adalah menciptakan rasa aman (providing
security). Dengan terciptanya rasa aman , organisasi atau bawahan dalam
melaksanakan tugas-tugasnya merasa tidak tertanggu, bebas dari segala perasaan
gelisah, kekawatiran, bahkan merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
Dan bagaimana seorang pemimpin itu
harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi kembali kepada berbagai
teori kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu diantaranya ialah management
grid yang dikembangkan oleh Robert
R. Blake dan Jane S. Mouton.
Berdasarkan management grid, setiap
perilaku seorang pemimpin dapat diukur melalui dua demensi, yaitu berorientasi
kepada hasil atau tugas (T), dan yang lain berorientasi kepada bawahan atau
hubungan kerja (H).
Kemudian Blake dan mouton berhasil
memodifikasi teorinya ke dalam usaha untuk memecahkan suatu konflik, yang
dikenal dengan nama the conflict grid. Dengan mempergunakan the conflict
grid, akan dapat dilihat organigram cara seorang pemimpin memecahkan suatu
konlik (Milton, Charles, R ; 1981). Ada lima dasar tindakan untuk memecahkan
suatu konflik.
1. The 9-1 conflict style
2. The 1-9 conflict style
3. The 1-1 conflict style
4. The 5-5 conflict style
5. The 9-9 conflict style
Oleh karena itu, dengan berpedoman kepada lima dasar
tindakan diatas suatu konflik yang timbul dapat diselasaikan melalui berbagai
macam cara atau tindakan, yaitu :
1.
Gaya
9-1 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara memberikan tekanan (suppression).
Pola ini didasarkan atas berbagai latar belakang pemikiran :
a.
Konflik
dipandang sebagai sesuatu yang harus tidak terjadi, oleh karena itu setiap
konflik harus selalu dikendalikan dengan berbagai tindakan dan tekanan.
b.
Untuk
meyelesaikan konflik, harus dipergunakan wewenang dan perlu adanya loyalitas
bawahan.
c.
Penyelesaikan
konflik yang paling baik ialah dengan paksaan, tekanan.
d.
Hasil
penyelesaian suatu konflik adalah the boss wins, the subordinates
loses.
2.
Gaya
1-9 suatu konflik yang dipecahkan dengan cara halus atau lunak (smoothing).
Pola semacam ini didasarkan pemikiran :
a.
konflik
dipandang sebagai suatu hal yang positif, harmonis hubungan kerja sama.
b.
Keharmonisan
tersebut dapat dilaksanakan melalui suatu diskusi mengenai konflik itu sendiri.
c.
Terhadap
konflik yang timbul para bawahan diberikan kesempatan untuk menentukan sikap
dan pendapat.
d.
Berbagai
perasaan negative yang timbul tidak perlu ditekan.
3.
Gaya
1-1 pemecahan sutu konflik dengan cara menghindarkan diri dari tanggungjawab (withrowal
atau avoidance), maksudnya ketika ada konflik pemimpin tidak ikut
bertanggungjawab;
4.
Gaya
5-5 pemecahan suatu konflik dengan cara kompromi. Oleh karena itu, terhadap
konflik yang timbul, memerlukan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat.
5.
Gaya
9-9 suatu konflik yang diselesaikan dengan cara saling berhadapan (confrontation)
. Dalam arti pihak-pihak yang saling bertentangan dikonfrontasikan
atau dihadapkan antara satu sama lain. Dan masing-masing pihak yang saling
bertentangan, saling mengadakan analisa dan evaluasi, sehingga ahkirnya bias
diperoleh suatu titik temu atau kesepakatan.
F.
Konflik dan Motivasi
Menurut kamus besar
bahasa Indonesia konflik adalah percekcokkan, perselisihan, pertentangan.
Konflik berasal dari kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti
saling memukul. Secara Sosiologis konflik diartikan sebagai proses social
antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkan atau membuatnya tidak
berdaya. Jika dilihat definisi secara sosiologis, konflik senantiasa ada dalam
kehidupan masyarakat sehingga konflik tidak dapat dihilangkan tetapi hanya
dapat diminimalkan.
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam
hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan.Motivasi juga bisa
dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan
menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses
untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu
sendiri yang membuat seorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan
dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status
ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan hobynya. Sedangkan
motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar pekerjaan yang melekat
di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seorang termotivasi
seperti status ataupun kompensasi.
G.
Solusi dalam Menyelesaikan Konflik
Menurut
Stevenin terdapat lima langkah meraih
kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini
bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1.
Pengenalan
Kesenjangan
antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang
seharusnya.Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam
mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal
sebenarnya tidak ada).
2.
Diagnosis
Inilah
langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian
pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3.
Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah
masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat
di dalamnya.Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak
praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik.
Carilah yang terbaik.
4.
Pelaksanaan
Ingatlah
bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan
pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5.
Evaluasi
Penyelesaian
itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Menurut Wijono
strategi mengatasi konflik, yaitu:
a.
Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri
Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut
Wijono untuk mengatasi konflik dalam
diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1)
Menciptakan kontak dan membina hubungan
2)
Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3)
Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4)
Menentukan tujuan
5)
Mencari beberapa alternative
6)
Memilih alternate
7)
Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
b.
Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi
(Interpersonal Conflict)
Menurut
Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan
paling tidak tiga strategi yaitu:
1)
Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi
pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah.Biasanya individu atau
kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar
sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau
kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam
strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak
ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk
campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas
kemauannya sendiri.
2) Strategi
Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam
strategi saya menang anda kalah (win lose
strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami
kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.Beberapa cara yang digunakan
untuk menyelesaikan konflikdengan win-lose
strategy dapat melalui:
a)
Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian
konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari
ketergantungan tugas (task independence).
b)
Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu
dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari
terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas
bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c)
Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain
untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual
yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d)
Taktik paksaan dan penekanan, yaitu
menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat
individu (individual traits).
e)
Taktik-taktik yang berorientasi pada
tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang
dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan
dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition
for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi
Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian
yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan
keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat
pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai,
menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan
potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini
menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan
hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi
menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada dua
cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan
konflik interpersonal yaitu:
a)
Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha
untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua
belah pihak.
b)
Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam
penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan
proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik
dengan kekuasaan atau menghakimisalah satu atau kedua belah pihak yang terlibat
konflik
c.
Strategi Mengatasi Konflik Organisasi
(Organizational Conflict)
Menurut
Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk
mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan
Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik
muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk
menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur
hirarki (hierarchical structure)
dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya
mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi
untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai
pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi
bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi
bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara
menggunakan hirarkistruktural (structural
hierarchical).
2) Pendekatan
Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative
Intervention in Lateral Conflict)
Bila
terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak
yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat
diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi
secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model
pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model
pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka
pendekatan sistem (system Approach) adalah
mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi
Struktural (Structural Reorganization)
Cara
pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya
reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang
hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi
non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya
saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan
dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas,maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1)
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
2)
Konflik
di dalam organisasi disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor Manusia dan faktor
organisasi. Faktor manusia yang salah satunya ditimbulkan oleh atasan, terutama
karena gaya kepemimpinannya. Dan Faktor Organisasi karena adanya beberapa sebab
contohnya karena Perbedaan tujuan antar unit-unit organisasi dan adanya Persaingan
dalam menggunakan sumberdaya.
3)
Jenis-jenis konflik yang sering terjadi
pada suatu organisasi yaitu mencakup Konflik Personal dan Konflik
Interpersonal, Konflik Interes, Konflik Realistis dan Konflik Nonrealistis,
Konflik Konstruktif dan Konflik Destruktif, dan Konflik Menurut Bidang
Kehidupan.
4)
Budaya
organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para
anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya.
5)
Dalam
kepemimpinan konflik, salah satu peranan pimpinan dalam suatu organisasi adalah
menciptakan rasa aman (providing security). Dan bagaimana seorang
pemimpin itu harus berperilaku terhadap konflik, perlu berorientasi kembali
kepada berbagai teori kepemimpinan perilaku yang ada. Salah satu
diantaranya ialah management grid yang dikembangkan oleh Robert
R. Blake dan Jane S. Mouton.
6)
Konflik berasal dari
kata kerja bahasa latin yaitu configure yang berarti saling memukul. Sedangkan motivasi merupakan satu penggerak
dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Oleh
karena itu dengan adanya motivasi suatu hubungan dalam organisasi dapat menciptakan aura baik
sehingga tidak timbulnya konflik dalam organisasi tersebut.
7)
Menurut Stevenin
terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik yaitu Pengenalan, Diagnosis,
Menyepakati suatu solusi, Pelaksanaan, dan Evaluasi.
B. Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul resume ini.
Penulisan berharap para pembaca yang budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudi. 2006. Manajemen Konflik
dalam Organisasi: Pedoman Praktis bagi Pemimpin Visioner. Bandung: Alfabeta.
Wirawan.
2010. Konflik dan Manajemen Konflik:
Teori, Aplikasi dan Penelitian.
Jakarta: Salemba Humanika.
Terimakasih artikelnya bermanfaat.
BalasHapusZN
http://www.trainingauditor.co.id
Terimakasih artikelnya bermanfaat.
BalasHapusZN
http://www.trainingauditor.co.id